Wahyu 17:4-5
Secara geografis, kota Roma dikelilingi oleh tujuh bukit kecil. Digambarkan bahwa binatang itu mempunyai tujuh kepala. Dia juga memiliki sepuluh tanduk, menggambarkan sepuluh pemerintahan yang mendukungnya. Perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara. Simbol-simbol seperti ini masih sangat sulit untuk ditafsirkan, sampai nanti kegenapan nubuatan ini terjadi.
Di tangan perempuan itu ada cawan emas yang penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya. Sepertinya pemerintahan itu akan mengalami kemakmuran, tetapi di dalamnya banyak kekejian serta kenajisan. Kekejian bisa disamakan dengan kejahatan yang mengerikan, tidak memiliki perikemanusiaan. Sejak zaman dulu, pihak Roma selalu melakukan kekejian terhadap manusia yang tidak disukainya. Bahkan sudah banyak orang Kristen yang setia pada kebenaran, mereka dianiaya dengan keji oleh pemerintah Roma.
Bukan hanya Roma, tetapi Eropa juga sudah banyak melakukan kekejian terhadap orang-orang percaya. Tercatat di dalam sejarah bahwa Gereja Roma juga pernah melakukan penganiayaan dan pembunuhan terhadap orang-orang Kristen Anabaptis. Selanjutnya, gereja-gereja Protestan di Eropa juga pernah melakukan penganiayaan kepada orang-orang Kristen yang tidak disukainya, yang dulu dianggap bidat oleh mereka.
Kenajisan berlawanan dengan kekudusan. Jika dikaitkan dengan pengajaran, maka kenajisan dan percabulan ini adalah pengajaran yang tidak murni. Pada dahi perempuan itu tertulis nama, suatu rahasia: “Babel besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian di bumi.” Babel menjadi nama yang selalu disebutkan. Kita diingatkan dengan kota Babel, yang pernah mau dibangun menara yang tingginya sampai ke langit. Ini adalah gambaran kesombongan manusia, yang ingin memberontak dan menyaingi serta menentang Tuhan.
Gambaran ibu dari wanita-wanita pelacur ini adalah pusat atau pemimpin dari pemberita pengajaran yang tidak murni. Pengajaran kekristenan yang disampaikan tidak murni, karena sudah dicampuradukkan dengan kepercayaan lain. Akhirnya banyak orang tertarik dengan pelacuran rohani ini, karena tidak mau setia dan berdiri teguh di atas kebenaran firman Tuhan yang murni.
Fenomena pencampuran pengajaran ini biasanya terjadi, ketika ada pemimpin umat dari kepercayaan lain menjadi Kristen. Kemungkinan besar mereka tidak bertobat, sehingga masih mengajarkan kepercayaan yang lama dan disandingkan dengan pengajaran Kristen. Ini sama seperti kekristenan awal, ketika ada para imam dan orang Farisi serta ahli Taurat yang bergabung menjadi Kristen. Mereka mencampuradukkan pengajaran Kristen dengan tradisi Yudaisme.
Orang dari kepercayaan lain yang masuk Kristen, akan mengajarkan hal-hal yang pernah diterima dari kepercayaannya yang dulu. Dia bisa menyamakan beberapa hal, sehingga kedengaran tidak saling bertentangan. Orang-orang seperti ini yang akhirnya menjadi tokoh pluralisme agama. Lebih parah lagi jika orang tersebut tidak belajar kekristenan, tetapi langsung mengajarkan Alkitab, bisa dipastikan bahwa yang diajarkan akan bercampur aduk.
Views: 32