Wahyu 1:4-6
Surat dari Yohanes ini pada waktu itu terutama ditujukan kepada tujuh jemaat, yaitu: Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia dan Laodikia. Jemaat-jemaat ini memang berada di sekitar kota Efesus, mengelilingi Efesus, yang menjadi pusat kekristenan pada waktu itu. Mereka tentu sangat mengenal rasul Yohanes, karena pernah menerima pelayanan dari rasul Yohanes.
Di dalam kitab ini, akan muncul simbol-simbol angka yang memiliki arti masing-masing. Simbol tujuh adalah angka ilahi. Angka sepuluh adalah simbol angka sempurna. Angka dua belas adalah simbol Yahudi atau Yudaisme. Angka enam akan selalu disimbolkan sebagai angka manusia. Angka tiga sering disimbolkan sebagai angka Tritunggal, angka ilahi. Angka-angka ini bukan hanya muncul di kitab Wahyu, tetapi juga muncul di kitab-kitab lain di dalam Alkitab.
Yohanes memperkenalkan Yesus Kristus sebagai Saksi yang setia. Ia yang pertama kali bangkit dari antara orang mati dan hidup untuk selama-lamanya. Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia, mati dan kemudian bangkit dari kematian itu. Ia telah memberi contoh mengenai tubuh kebangkitan. Yesus bukan hanya bangkit, tetapi juga berkuasa atas raja-raja di bumi ini. Manusia yang lain bisa bangkit, tetapi tidak bisa berkuasa atas raja-raja di bumi ini.
Rasul Yohanes, dengan ilham dan wahyu dari Tuhan, meyakinkan para pembaca kitab ini, supaya penganiayaan yang terjadi pada waktu itu tidak perlu ditakutkan. Tuhan Yesus menyatakan diri berkuasa atas raja-raja di bumi. Semua yang terjadi di bumi ini tentu atas seizin Tuhan. Jika penganiayaan itu ternyata terjadi pada kita, maka kita perlu mengetahui bahwa semua itu karena atas izin Tuhan. Biasanya akan ada hal baik di balik semua itu.
Tuhan Yesus telah melepaskan kita dari dosa. Dosa yang dilepaskan itu tidak satu persatu. Yesus menggantikan kita seutuhnya, untuk disalibkan. Seharusnya kita yang dihukum atau disalib, tetapi Yesus menggantikan kita seutuhnya. Kita dibayar dengan harga yang sangat mahal dan lunas. Oleh darah-Nya, oleh kematian-Nya, Dia telah melepaskan kita dari belenggu dosa.
Bukan hanya itu saja, Tuhan Yesus Kristus juga telah membuat kita menjadi raja dalam suatu kerajaan. Bahkan kita juga menjadi imam-imam bagi Tuhan. Hal ini sudah tercatat jelas di dalam 1 Petrus 2:9, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:”
Orang percaya di Perjanjian Baru memiliki status sebagai imam, tentu atas dirinya sendiri. Ia tidak memerlukan perantara, supaya bisa menghadap atau berdoa kepada Tuhan. Kita sebagai orang percaya, hanya memiliki satu perantara, yaitu Yesus Kristus sebagai Imam Besar. Kita tidak perlu perantara orang lain, selain Yesus itu sendiri. Pada saatnya nanti, kita juga akan diberi kesempatan oleh Yesus Kristus untuk memerintah bersama dengan Dia di dalam kerajaan seribu tahun.
Pernah satu masa, ayah mendapatkan posisi dan peran sebagai imam, yaitu pada masa setelah manusia jatuh ke dalam dosa sampai zaman Harun. Tetapi para ayah pada waktu itu tidak bisa meneruskan peran tersebut. Kita bisa melihat bahwa Abraham bisa menjalankan peran tersebut. Ayub juga bisa menjalankan peran tersebut. Tetapi ayah-ayah yang lain, sulit untuk menjalankan peran tersebut.
Views: 22