Ibrani 8:1-2
Nama Jehova juga merupakan simbol ibadah simbolik Perjanjian Lama, untuk diperkenalkan oleh bangsa Yahudi kepada bangsa lain di muka bumi ini. Nama Jehova diperkenalkan oleh Bapa di surga untuk menyebut nama-Nya, yang kemudian dikenal di kalangan bangsa Yahudi dengan sebutan Adonai. Jehova dipakai untuk mengidentifikasi AKU adalah AKU, atau dalam bahasa Yunani “ego eimi” yang artinya aku adalah. Di zaman Perjanjian Baru, nama Jehova tidak dipakai lagi. Penulis Perjanjian Baru memakai sebutan nama Tuhan dalam bahasa Yunani, yaitu Theos atau Kurios. Mulai kedatangan Yesus Kristus ke dunia sampai saat ini, masuk ke dalam zaman ibadah hakikat, menyembah Tuhan di dalam roh dan kebenaran.
Paulus sedang mengajak kita melalui surat Ibrani ini, supaya kita mengerti dengan jelas posisi Tuhan Yesus Kristus. Saat ini Yesus Kristus memiliki posisi sebagai Imam Besar di surga. Tidak mudah bagi orang Yahudi untuk menerima Yesus Kristus sebagai Imam Besar, karena secara manusia, Ia bukan berasal dari keturunan Lewi, bukan keturunan Harun. Yesus secara silsilah berasal dari keturunan Yusuf, yang adalah keturunan Yehuda. Maria juga bukan keturunan Lewi. Secara peraturan Harun, Yesus tidak bisa memiliki posisi sebagai Imam Besar. Karena itulah, rasul Paulus mengutip Mazmur 110:4, yang mengatakan bahwa Tuhan telah bersumpah dan tidak akan menyesal bahwa Dia mengangkat Sang Mesias untuk menjadi Imam untuk selama-lamanya menurut aturan Melkisedek.
Rasul Paulus menjelaskan dengan sedemikian detail dan mengkaitkannya dengan Mazmur 110:4 serta peristiwa Abraham serta Melkisedek, untuk menjelaskan tentang keimamatan Yesus Kristus kepada orang Yahudi. Keimamatan Harun yang masih dilakukan di Yerusalem pada waktu itu, sebenarnya sudah berakhir. Tetapi memang pada zaman rasul Paulus itu, tidak mudah untuk menggantikan segala sesuatu yang sudah berjalan turun temurun. Karena itulah, kita bisa memahami bahwa kota Yerusalem diizinkan oleh Tuhan untuk diserang dan dihancurkan pada tahun 70 Masehi, oleh Jendral Titus. Bait Allah juga hancur, sampai tidak ada lagi batu yang terletak di atas batu lain, seperti yang pernah dinubuatkan oleh Yesus Kristus. Jika tidak demikian, maka pelaksanaan upacara korban akan terus terlaksana sampai sekarang ini.
Inti dari semua yang dijelaskan dipasal-pasal sebelumnya adalah bahwa kita mempunyai Imam Besar yang saat ini sedang duduk di sebelah kanan takhta yang maha besar, di surga. Yesus Kristus lebih tinggi dari keimamatan Harun, dari keimamatan yang masih berlangsung di Yerusalem. Yesus Kristus adalah Imam Besar yang melayani di surga, bukan melayani kemah suci di bumi. Kemah suci pada zaman Musa adalah tiruan. Karena itu Musa disuruh untuk naik ke gunung Sinai, untuk melihat gambaran kemah suci, supaya bisa dibuat di bumi.
Yesus Kristus digambarkan selalu duduk di sebelah kanan Bapa, artinya Dia adalah pemegang kuasa di surga. Penyembahan di surga ditujukan kepada Yesus Kristus. Ia melayani sebagai Imam Besar, melayani ibadah di surga. Yesus melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia. Perbedaan keimamatan ini yang ingin dijelaskan oleh rasul Paulus, supaya orang-orang yang sudah percaya kepada Yesus Kristus, terutama orang-orang Yahudi pada saat itu bisa menerima argumentasi ini dengan baik.
Views: 25