Antara Simbol dan Hakikat (Jelajah PL 407)

Imamat 11:1-2

Di zaman Musa, bangsa Israel masih seperti anak-anak yang perlu alat peraga. Seiring perkembangan zaman, sebenarnya mereka sedang dituntun menuju pada Sang Mesias atau Kristus. Karena itu, Musa diperintahkan untuk mengajar umat Israel dengan alat peraga, tidak langsung diajar dengan konsep yang lebih dalam. Tuhan tidak meneruskan konsep halal dan haram ini untuk selama-lamanya. Di bawah hukum Taurat, konsep halal dan haram ini menjadi alat peraga.

Semua binatang ini diciptakan oleh Tuhan. Dari awal, semua yang diciptakan oleh Tuhan itu baik. Ada binatang yang dulu tidak dimakan oleh orang Israel, justru saat ini menjadi binatang peliharaan yang setia. Tuhan memberi aturan halal dan haram ini sebagai alat peraga simbolik. Halal dan haram sedang melambangkan sesuatu yang kudus dan tidak kudus. Jika halal dan haram ini bisa diterapkan dalam konsep makanan, diharapkan orang Israel bijaksana untuk memilih hal yang rohani.

Berbeda dengan Perjanjian Baru, yang sudah masuk dalam ibadah hakikat. Kita masih diharuskan untuk bisa membedakan yang kudus dan yang tidak kudus. Di dalam Roma 12:2 dikatakan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Hakikat mengenai pembedaan ini sama, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Hanya saja, di dalam Perjanjian Lama, Tuhan menambahkan dengan alat peraga. Di dalam Perjanjian Baru, tidak diperlukan alat peraga atau simbol. Semua sudah langsung pada inti atau hakikatnya. Hakikatnya adalah bisa membedakan antara yang baik dengan yang tidak baik. Artinya, percuma saja orang pada saat ini bisa membedakan makanan, tetapi tidak bisa membedakan perilaku atau tindakan.

Yang berbahaya ketika pada saat ini orang lebih memperhatikan alat peraganya daripada hakikatnya. Justru di dalam Perjanjian Baru, alat peraganya ditinggalkan dan kita lebih fokus pada hakikatnya. Mulai di Perjanjian Baru, tidak ada lagi peraturan mengenai halal dan haram di dalam soal makanan. Di dalam Roma 14:14 dikatakan, “Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis.

Di dalam 1 Korintus 8:8 dikatakan, “Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan.” Di Perjanjian Baru, penekanannya bukan pada makanan lagi. Karena itu Tuhan Yesus berkata di dalam Matius 15:11, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”

Yesus sedang memberitahu hakikat dari peraga atau simbol itu. Ada pilihan-pilihan yang perlu dipilih dengan bijak. Semua yang masuk ke mulut, tidak memiliki pengaruh rohani. Tetapi yang keluar dari mulut, itulah yang memiliki pengaruh rohani. Yesus mengatakan di dalam Matius 15:18-20, “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.

Views: 22

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top